DAMPAK REKLAMASI PANTAI SINGAPURA TERHADAP BATAS MARITIM INDONESIA-SINGAPURA
DAMPAK REKLAMASI PANTAI SINGAPURA TERHADAP BATAS MARITIM INDONESIA-SINGAPURA
Perbatasan wilayah negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara.[1]. Permasalahan batas maritime Indonesia-Singapura ini telah lama menjadi batu ganjalan dalam hubungan kedua negara tersebut sampai sekarang belum terselesaikan.
Perbatasan wilayah negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara.[1]. Permasalahan batas maritime Indonesia-Singapura ini telah lama menjadi batu ganjalan dalam hubungan kedua negara tersebut sampai sekarang belum terselesaikan.
Indonesia
dan Singapura hanya dipisahkan oleh laut yaitu selat Singapura yang memiliki posisi
strategis karena berada pada jalur perdagangan dunia. Kawasan ini merupakan
kawasan yang ramai karena banyak kapal yang lewat dan singgah, sehingga negara
manapun yang menguasai kawasan ini perekonomiannya akan dapat berkembang dengan pesat, batas kedua negara
tersebut berupa batas maritim. Permasalahan batas maritim antara Indonesia dan
Singapura timbul karena adanya tumpang
tindih klaim yang diajukan kedua negara. Berdasarkan pertimbangan pertahanan
dan keamanan serta integritas Indonesia sebagai negara kepulauan, Sedangkan
Singapura, yang dulunya merupakan daerah jajahan Inggris. Sejarah Singapura
pada tahun 1926 Singapura dipersatukan kerajaan sriwijaya kemudian singapura
tidak lagi Berjaya lalu digantikan lagi oleh Malaka. Singapura sendiri hanya
sebagai negara yang memilki pulau yang kecil tetapi bisa sebagai pusat
perdagangan, luas singapura yang hanya sekitar 581 km2
Reklamasi sendiri adalah usaha agar suatu lahan yang tidak atau kurang
berguna menjadi lahan yang lebih berguna.[2] Untuk menganalisa dampak reklamasi yang
dilakukan Singapura terhadap batas maritim Indonesia-Singapura, menggunakan
ketentuan dalam UNCLOS 1982 pasal 2, 3, 11, dan 15. Batas maritim suatu negara
meliputi batas laut territorial, batas zona tambahan, batas ZEE dan batas
landas kontinen. Dalam zona laut
teritorial, negara pantai memiliki kedaulatan penuh atas wilayah tersebut. Hal
ini sesuai dengan pasal 2 UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa kedaulatan
teritorial yang dimiliki suatu negara pantai tidak hanya atas wilayah daratan
dan perairan pedalaman atau perairan kepulauannya, tetapi juga meliputi laut
teritorial, ruang udara di atas laut territorial, dasar lautan dan lapisan
tanah di bawahnya.[3]
Kemudian timbul ketidakjelasan mengenai batas negara Indonesia-Singapura
mengakibatkan tidak jelasnya batas-batas kedaulatan antara kedua negara.
Sebagai negara yang memiliki kedekatan letak geografis dan untuk menjaga
hubungan bilateral mereka, kedua negara tidak menginginkan permasalahan ini
menjadi konflik terbuka sehingga keduanya sepakat untuk menyelesaikan sengketa
ini dengan cara damai, yaitu melalui perundingan bilateral.
Kemudian Indonesia dan Singapura melakukan perundingan
bilateral untuk menyelesaikan sengketa secara damai, yaitu melalui perundingan
bilateral tetapi dalam perundingan tersebut hanya menghasilkan keputusan
menetapkan batas maritime Indonesia dibagian tengah. Dalam perundingan
tersebut, Indonesia dan Singapura juga sepakat akan mengadakan perundingan
lanjutan untuk menyelesaikan batas maritim kedua negara bagian timur dan barat.
Namun setelah perundingan tahun 1973 , perundingan bilateral untuk menetapkan
batas laut bagian timur dan barat tidak segera diselenggarakan. Hal ini
dikarenakan pemerintah Singapura selalu saja menghindar bila diajak berunding
masalah ini, sedangkan Indonesia tidak memiliki bargaining position yang cukup kuat untuk mengajak Singapura
kembali berunding masalah batas maritim tersebut. Akibatnya, permasalahan batas maritim ini tidak segera terselesaikan
dan menjadi batu kerikil dalam hubungan kedua negara.
Ketidak jelasan mengenai batas maritim Indonesia-Singapura
telah lama dimanfaatkan Singapura untuk memperluas wilayah daratannya.
Perluasan wilayah daratan Singapura yang dilakukan sejak tahun 60-an dikarenakan luas wilayah daratannya yang
sempit, untuk mengantisipasi perkembangan penduduk serta pertimbangan ekonomi
dan bisnis. Perluasan wilayah daratan Singapura
tersebut dilakukan dengan cara mereklamasi pantainya. Sebenarnya yang dilakukan Singapura menurut hukum
internasional bahw perolehan atau pengurangan wilayah negara akan menimbulkan
dampak terhadap kedaulatan negara atas wilayah itu. Oleh karena itu, penulis
juga menggunakan konsep kedaulatan
teritorial dalam tulisan ini. Kedaulatan teritorial adalah kedaulatan yang
dimiliki oleh suatu negara dalam melaksanakan yurisdiksi eksklusif di
wilayahnya.[4]
Dengan adanya kedaulatan teritorial tersebut, suatu negara berhak memanfaatkan semua sumber daya alam yang
dimilikinya untuk memenuhi kepentingannya. Negara juga berhak mengadakan
kegiatan pengamanan untuk menjaga keutuhan wilayahnya dan menindak semua
pelanggaran maupun ancaman yang membahayakan negara tersebut. Sedangkan bahan yang digunakan untuk reklamasi
pantai Singapura adalah tanah dari bukit-bukit yang diratakan dan juga pasir laut. Pasir laut itu diimpor
dari negara Jepang, Amerika Serikat, Australia, Malaysia dan Indonesia.
Indonesia pada awalnya tidak menganggap proyek reklamasi
pantai yang dilakukan Singapura sebagai suatu ancaman, tetapi sebagai peluang
bisnis yang menguntungkan perekonomian Indonesia awlanya Indonesia menggagap
bahwa singapura dapat memberikan keuntungan bagi Indonesia penulis menggunakan teori
Headging (merangkul untuk
menguntungkan) karena Indonesia telah menjadi pemasok kebutuhan pasir laut
Singapura. Pasir laut yang diekspor ke Singapura tersebut ditambang dari
Kepulauan Riau dan Propinsi Bangka Belitung. Dalam hal tersebut sangat
mengkhawatirkan jika batas pulau terganggu, merusak ekosistem. Dampak yang
kemungkinan terjadi tersenut karena pada awalnya Indonesia salah mengartikan
sehingga Reklamasi pantai Singapura berhasil menambah luas daratannya yang
semula pada waktu merdeka hanya 581 km2 menjadi 766 km2
pada tahun 2002. Hal tersebut tentunya sangat merugikan Indonesia yang awalnya
ingin menjadikan singapura sebagai negara yang bisa bekerjasama.
Pada tahun 2002 juga ,
Indonesia baru mengkhawatirkan reklamasi pantai untuk perluasan daratan
Singapura tersebut akan menggeser batas maritim kedua negara. Oleh karena itu,
pada bulan Februari 2002 pemerintah Indonesia melalui KBRI Singapura secara
resmi menyampaikan keinginannya untuk menyelesaikan batas maritim kedua negara.[5]
Reklamasi pantai yang dilakukan Singapura tersebut berdampak pada penentuan
batas maritim Indonesia-Singapura. Reklamasi pantai Singapura dapat menggeser
batas maritim Indonesia-Singapura ke arah selatan, khususnya batas bagian timur
dan barat. Pergeseran tersebut dapat terjadi karena belum selesainya penentuan
batas maritim tersebut dan dimungkinkannya Singapura menggunakan titik pangkal
baru dalam pengukuran batas maritimnya. Selain itu, pergeseran juga dapat terjadi karena Singapura
menggunakan titik pangkal baru dalam penentuan batas maritim tersebut.
Reklamasi pantai telah mengakibatkan hilangnya titik pangkal-titik pangkal awal
Singapura yang digunakan untuk mengukur batas maritimnya, sehingga Singapura
dapat menentukan titik pangkal baru dari daratan hasil reklamasi. Sedangkan
batas bagian tengah tidak akan mengalami pergeseran karena perjanjian tentang
batas negara bersifat final dan tidak dapat dirubah. Kemudian Bagi Indonesia, reklamasi pantai
Singapura yang menyebabkan bergesernya batas maritim kedua negara ke arah
selatan akan sangat merugikan Indonesia. Pertama,
reklamasi pantai Singapura akan mengakibatkan berkurangnya wilayah perairan
Indonesia pada kawasan ini. Kedua,
Indonesia tidak dapat lagi menjalankan kedaulatan teritorialnya di daerah yang
semula miliknya tersebut. Tetapi Bagi
Singapura sendiri. reklamasi pantai dapat memperluas wilayahnya, baik wilayah
darat, wilayah perairan dan wilayah udara yang berada di atas wilayah darat dan
perairan tersebut. Reklamasi pantai tersebut juga akan memperluas kedaulatan
teritorial yang dijalankan Singapura atas wilayah tersebut.
Penulis beropini mengenai dampak reklamasi pantai
singapura terhadap batas maritime Indonesia singapura dengan melihat kondisi Indonesia yang tidak mengetahui jelasan mengenai batas maritim Indonesia. Singapura
telah terlebih dahulu untuk memperluas
wilayah daratannya. Perluasan wilayah daratan Singapura. Di sini lagi-lagi
Indonesia “ kecolongan” oleh singapura yang terlebih dahulu melakukan tindakan
tanpa sepengetahuan Indonesia. Tentu
saja akibatnya sangat berdampak buruk bagi Indonesia. Karena Indonesia nantinya
tidak dapat lagi menjalankan kedaulatan teritorialnya berbanding lurus bagi
singapura sendiri reklamasi pantai tersebut dapat memberikan keuntungan bagi
negaranya terutama memperluas wilayahnya, oleh karena itu seharusnya Indonesia
lebih tegas lagi dalam bertindak. marilah kita menjaga dan melestarikan
sebaik-baikya pulau-pulau atau wilayah yang seharusnya adalah milik kita yang berbatasan
dengan negara lain agar bisa menjaga dan lebih di perhatikan lagi supaya kejadian
seperti ini tidak terus-menurus terjadi karena Indonesia akan mendapatkan
dampak yang buruk bagi Indonesia sendiri.
[1] N. R Hanifa, E. Djunarsih dan K
Wikantika, Reconstruction of Maritime
Boundary between Indonesia and Singapore, http://www.fig.net/pub/jakarta/papers/ts_09/ts_09_3_hanifa_etal.pdf,
diakses tanggal 18 maret 2005
[2] A.R.Soehoed, 2004. Reklamasi Laut Dangkal Canal Estate Pantai
Mutiara Pluit : Perekayasaan dan Pelaksanaan Reklamasi Bagi Proyek Pantai
Mutiara di Pluit. Jakarta : Djambatan. hal. 1
[3] Chairul Anwar, Op-Cit, hal. 20
[4] Huala Adolf, S.H., 1991. Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional.
Jakarta : Rajawali Pers. hal.109
[5] Laporan Tahunan KBRI Singapura Tahun
2002 : Buku I, hal. 9
Komentar
Posting Komentar